Sejarah Sudako (Angkot Legendaris Medan) - Di Kota Medan, terdapat 100 lebih jalur (trayek) angkot yang menginduk pada 3 terminal besar yakni: Pinang Baris, Amplas, Sambu. Dari tiga terminal inilah penumpang diantarkan ke pelbagai tujuan di Kota Medan, Langkat, Deli Serdang, Lubuk Pakam dan ke seluruh provinsi-provinsi di Sumatera termasuk ke Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Yogya, Solo, dan Surabaya. Bis ALS bahkan dahulu sekitar tahun 1990-an “tembus” sampai Lombok-Kota Mataram.
Sedangkan angkutan umum khusus dalam Kota Medan terdiri dari KPUM, Rahayu, Gajah Mada, Desa Maju, Morina, Medan Bus, Nasional, Povri. Misalkan nomor angkotnya sama, kita bisa lihat itu dari KPUM, Medan Bus atau lainnya. Dengan demikian penumpang dapat mengenali tujuan rute-rute yang ada.
mobile.twitter.com |
Kendati Kota Medan tumbuh pesat. Hotel dan mall, berdiri di mana-mana, sekolah internasional, perumahan dan residence, pasar modern, portal media cetak dan online menjamur, dan pendatang pun makin banyak. Apalagi kalau tak aral melintang Bandara Baru Medan yang terletak di Kuala Namu dan berkelas internasional melebihi Bandara Soekarno-Hatta akan segera diresmikan tahun ini-2013. Bisa diprediksi akan semakin banyak pendatang yang akan ke Medan. Masyarakat Medan kini adalah majemuk yang terdiri dari Melayu, Minang, Batak, Mandailing, Jawa, Tionghoa, India, dan Aceh.
Penduduk Medan semakin bertambah dan angkotpun semakin banyak. Tak ketinggalan pengendara roda dua yang setiap hari bertambah terus. Pertambahan motor (kereta-red) kian hari kian berselemak (ada di mana-mana-red) dikarenakan mudahnya mengambil kredit sepeda motor dengan DP ringan dan angsuran cicilan 3 tahun. Lalu masih ada lagi yang memadati jalan seperti sarana transportasi umum berlomba dengan becak motor, becak barang, taksi, bis kota, sepeda, mobil pribadi, mobil dinas, truk, bus Pariwisata, mobil travel, KPUJ, pejalan kaki. Jalan raya kota semakin mengecil dengan banyaknya volume kendaraan. Kalau tak hati-hati “gesekan” antar pengendara dan pengguna jalan bisa dengan mudah terjadi.
Ada satu hal yang tidak berubah sejak dahulu di Kota Medan yakni Sudako. Sudako adalah angkutan umum Kota Medan yang masih eksis sampai sekarang. Tampak pada gambar Sudako tipe Hijet 55 melintas di depan Istana Maimun Medan. Tipe Sudako lainnya adalah Daihatsu S38, Daihatsu Hijet 55 Wide, dan Daihatsu Hijet 1.000. Jenis Sudako di Kota Medan satu diantaranya tipe Daihatsu S38, mesin 2 tak, kapasitas 500 cc atau biasa disebut ‘Daihatsu Truntung’ dengan suaranya yang khastrungggggg…tung…tung…tung…tung. Sebagian orang Medan menyebut angkot dengan sudako atau menyebut angkot dengan motor. Terkadang pula, orang Medan menyebut mobil hanya untuk kendaraan pribadi.
Penumpang sudako naik dari belakang, duduk berhadap-hadapan di kursi panjang. Muat sekitar 10-12 orang. Karena sudako kecil dan sempit, lutut sesama penumpang kadang tak sengaja bersenggolan. Orang Medan punya kebiasaan cepat akrab dan bisa langsung ngobrol dengan orang yang baru dikenal. Pertukaran informasi bisa terjadi di dalam sudako. Selain itu, penumpang sudako yang hendak turun ia harus berteriak ke arah supir, “Pinggir bang!” Itu jika kaca pembatas antara supir dan penumpang tidak ada. Kadang di dalam sudako ada bel yang terhubung ke supir. Isyarat bel menandakan penumpang akan turun.
Sejarah Sudako di Kota Medan
Menurut berbagai sumber yang Seruan Sanubari dapatkan. Trayek pertama sudako adalah Lin 01 (trayek) jurusan Pasar Merah (Jalan HM Joni), Jalan Amaliun (Jalan Ismailiyah) dan terminal Sambu Pusat Pasar-dahulu ada Olympia Plaza sangat terkenal. Tidak ada keterangan pasti, apakah sudako ini didatangkan langsung dari Jepang sebagai produsen Daihatsu atau dimodifikasi di Indonesia terlebih dahulu sehingga berbentuk sudako. Selain itu, di Medan dahulu ada angkutan yang disebut “Toyoko.”
Tahun 1970-an KPUM merintis transportasi di Kota Medan. Pendiri Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) adalah Baharudin Nur, Saidi Pangaribuan, Abdul Aziz Tanjung, Radi Suharto, Abdul Jalil. Terbentuk pada 17 April 1963 atas prakarsa Pemerintah Daerah (dulu Pemda Tingkat II Kotamadya Medan) dengan Direktorat koperasi Tingkat II Kotamadya Medan. Koperasi ini berlokasi di Jalan Rupat No. 30-32 di dekat pasar Sambu. KPUM memperoleh status badan hukum pada 14 Mei 1974 dengan No. 2381.B/BH/III (UU12/67).
KPUM mula-mula hanya punya angkutan umum bemo. Kemudian becak bermesin secara kredit dengan sistem sewa-beli. Artinya, sekalipun kita sudah melunasi becak yang kita beli melalui koperasi KPUM. Becak kita bukan atas nama pribadi melainkan atas nama KPUM dan setiap bulan, setiap tahun, setiap hari ada iurannya, narik atau tidak narik kena tarif. Kalau Anda memperhatikan plat becak mesin di kota Medan ada satu nomor plat kecil yang tertera. Nomor tersebut harus diperpanjang terus sebagaimana plat yang reguler. Setelah KPUM merintis bemo, berkembang ke moda transportasi sudako. Saat ini, KPUM memiliki belasan unit usaha mulai dari bengkel, Angkutan Kota Dalam Provinsi (AKDP), SPBU.
Rata-rata orang tua-tua dahulu tau kalau sudako di Medan bermerk Suzuki, Daihatsu dan Colt buatan Jepang. Pada era 1970-an ketiga merk inilah yang merajai jalan-jalan di Kota Medan. Sudako juga kependekan dari sarana umum dalam kota. Jadi, manakah yang paling benar, tidak dapat dipastikan. Tidak ada narasumber sahih yang dapat ditanyakan tentang sudako. Kalau pembaca menemukan sumber lengkap tentang sudako, bolehlah berbagi dengan redaksi agar dapat disampaikan kembali kepada pembaca.
Sudako masih eksis, bemo (helicak) sejenis bajaj tetapi bukan sudah hilang. Sudako sejak sebelum angkot-angkot Medan ada sama seperti dahulu baik dari segi warna (kuning), bentuk, mesin, jurusan. Mungkin supirnya saja yang berganti. Trayeknya pun masih berpusat di Sambu-Pusat Pasar. Inilah yang menjadi ikon unik Kota Medan, Sudako. Pembaca boleh menafsirkan istilah yang tepat untuk sudako, apakah Sarana Umum Dalam Kota (sudako), Suzuki, Daihatsu dan Colt (sudako) ataukah Sumatera Daihatsu Company (sudako).